Featured Post 1 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Featured Post 2 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Featured Post 3 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Featured Post 4 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Featured Post 5 Title

Replace these every slide sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.Download more free blogger templates from www.premiumbloggertemplates.com.

Read More

Join The Community

Premium WordPress Themes

Saturday 18 December 2010

UWAIS AL - QORNI


Sebuah kapal yang sarat dengan muatan dan bersama 200 orang temasuk ahli perniagaan berlepas dari sebuah pelabuhan di Mesir. Apabila kapal itu berada di tengah lautan maka datanglah ribut petir dengan ombak yang kuat membuat kapal itu terumbang­ambing dan hampir tenggelam. Berbagai usaha dibuat untuk mengelakkan kapal itu dipukul ombak ribut, namun semua usaha mereka sia-sia saja. Kesemua orang yang berada di atas kapal itu sangat cemas dan menunggu apa yang akan terjadi pada kapal dan diri mereka.                                                                                                                Ketika semua orang berada dalam keadaan cemas, terdapat seorang lelaki yang sedikitpun tidak merasa cemas. Dia kelihatan tenang sambil berzikir kepada Allah S.W.T. Kemudian lelaki itu turun dari kapal yang sedang terumbang-ambing dan berjalanlah dia di atas air dan mengerjakan solat di atas air. Beberapa orang peniaga yang bersama-sama dia dalam kapal itu melihat lelaki yang berjalan di atas air dan dia berkata, "Wahai wali Allah, tolonglah kami. Janganlah tinggalkan kami!" Lelaki itu tidak memandang ke arah orang yang memanggilnya.                                                                                                                    Para peniaga itu memanggil lagi, "Wahai wali Allah, tolonglah kami. Jangan tinggalkan kami!" Kemudian lelaki itu menoleh ke arah orang yang memanggilnya dengan berkata, "Apa yang telah terjadi?" Seolah-olah lelaki itu tidak mengetahui apa-apa. Peniaga itu berkata, "Wahai wali Allah, tidakkah kamu hendak mengambil berat tentang kapal yang hampir tenggelam ini?"                            Wali itu berkata, "Dekatkan dirimu kepada Allah." Para penumpang itu berkata, "Apa yang mesti kami buat?" Wali Allah itu berkata, "Tinggalkan semua hartamu, jiwamu akan selamat."                                                                                                     Kesemua mereka sanggup meninggalkan harta mereka. Asalkan jiwa mereka selamat. Kemudian mereka berkata, "Wahai wali Allah, kami akan membuang semua harta kami asalkan jiwa kami semua selamat." Wali Allah itu berkata lagi, "Turunlah kamu semua ke atas air dengan membaca Bismillah." Dengan membaca Bismillah, maka turunlah seorang demi seorang ke atas air dan berjalan menghampiri wali Allah yang sedang duduk di atas air sambil berzikir.                                                                    Tidak berapa lama kemudian, kapal yang mengandungi muatan beratus ribu ringgit itu pun tenggelam ke dasar laut. Habislah kesemua barang-barang perniagaan yang mahal-mahal terbenam ke laut. Para penumpang tidak tahu apa yang hendak dibuat, mereka berdiri di atas air sambil melihat kapal yang tenggelam itu. Salah seorang daripada peniaga itu berkata lagi, "Siapakah kamu wahai wali Allah?" Wali Allah itu berkata, "Saya ialah Uwais Al-Qarni." Peniaga itu berkata lagi, "Wahai wali Allah, sesungguhnya di dalam kapal yang tenggelam itu terdapat harta fakir-miskin Madinah yang dihantar oleh seorang jutawan Mesir.”                                                                                                                       " Wali Allah berkata, "Sekiranya Allah kembalikan semua harta kamu, adakah kamu betul-betul akan membahagikannya kepada orang-orang miskin di Madinah?" Peniaga itu berkata, "Betul, saya tidak akan menipu, ya wali Allah." Setelah wali itu mendengar pengakuan dari peniaga itu, maka dia pun mengerjakan solat dua rakaat di atas air, kemudian dia memohon kepada Allah S.W.T agar kapal itu ditimbulkan semula bersama-sama hartanya.                                                                                                      Tidak berapa lama kemudian, kapal itu timbul sedikit demi sedikit sehingga terapung di atas air. Kesemua barang perniagaan dan lain-lain tetap seperti asal. Tiada yang kurang. Setelah itu dinaikkan kesemua penumpang ke atas kapal itu dan meneruskan pelayaran ke tempat yang dituju. Apabila sampai di Madinah, peniaga yang berjanji dengan wali Allah itu terus menunaikan janjinya dengan membahagi-bahagikan harta kepada semua fakir miskin di Madinah sehingga tiada seorang pun yang tertinggal. Wallahu a'alam."

Friday 17 December 2010

Mencapai Derajat Wali


CERITA tentang "wali" sepertinya sarat dengan kesaktian-kesaktian dan pertapaan. Seorang "wali" dipercaya bisa menghilang, berjalan di atas air, bahkan bisa mengubah suatu benda menjadi bentuk lain. Seperti buah aren bisa diubah menjadi emas. Sementara itu, pertapaan dan bertapa dipercaya sebagai cara dan tempat untuk mendapatkan "kesaktian" itu.
Dipilihnya tempat-tempat yang sunyi, jauh dari keramaian orang banyak, seperti tempat kuburan, di bawah pohon yang tinggi dan rindang, bahkan di atas batu yang besar. Di tempat-tempat seperti itulah ia menyendiri dengan konsentrasi yang tinggi untuk tidak dapat digoda oleh godaan-godaan, baik lahir maupun batin.
Bahkan, ada cerita lain tentang orang yang dipercayai sebagai "wali", yaitu bahwa ia setiap salat Jumat tidak hadir di masjid jami yang biasa dipakai untuk salat Jumat. Ia tetap tinggal di kamar rumahnya. Ketika ditanyakan, kenapa ia tidak salat Jumat? Maka, jawabannya, secara lahir memang ia kelihatan tidak hadir di masjid, tetapi secara batin ia melaksanakan salat Jumat di Masjidil Haram Mekah. Demikianlah. Memang cukup "sakti" wali itu.
Cerita tentang "kesaktian" wali seperti tadi memang sudah telanjur dipercayai sebagian besar umat Islam di negeri ini. Dengan demikian, untuk mencapai derajat "wali" sungguh sangat berat. Tidak sembarang orang bisa menjadi "wali". Oleh karena itu, jumlah "wali" di Indonesia tidak berubah, tetap saja sanga. Padahal, jika memperhatikan firman Allah dalam Alquran, rasanya untuk mencapai derajat "wali" tidaklah seberat itu.
Seperti dalam surat Yunus ayat 62-64, Allah berfirman yang artinya, "Ingatlah! Bahwa sesungguhnya wali-wali Allah itu adalah mereka yang tidak punya rasa takut dan tidak juga bersedih. Mereka adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Mereka sudah mendapatkan berita gembira baik di dunia maupun untuk nanti di akhirat, sama sekali tidak akan ada pergantian terhadap keputusan Allah dan itulah keberuntungan yang besar."
Bahkan, dalam sebuah hadis qudsi, Allah telah memberikan petunjuk praktis yang jelas dan bisa dikerjakan oleh setiap mukmin yang mempunyai keinginan untuk menjadi "wali Allah", tanpa kecuali. Dalam hadis qudsi itu Allah berfirman, "Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, Aku akan mengumumkan perang dengan orang itu. Tidakkah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan amal-amal yang Aku senangi, di antara amal-amal yang Aku fardukan dan tidaklah juga hamba-Ku itu terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengamalkan amalan-amalan tambahan, yaitu nafilah (sunat) sehingga Aku mencintainya dan apabila Aku sudah mencintainya, Akulah yang memelihara pendengarannya ketika ia mendengar, Akulah yang memelihara penglihatannya ketika ia melihat, Akulah yang memelihara tangannya ketika ia berbuat, dan Akulah yang memelihara kakinya ketika ia berjalan. Apabila ia meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya dan apabila ia memohon perlindungan kepada-Ku, Aku akan melindunginya."
Petunjuk Allah SWT. tentang tahapan-tahapan amal yang mesti dikerjakan oleh semua hamba-Nya yang ingin sampai ke derajat "wali" sangatlah jelas. Bisa dikerjakan oleh semua orang yang beriman. Tahapan amal yang pertama, mengerjakan amal-amal yang difardukan oleh Allah sesempurna mungkin. Salat yang lima kali, saum di bulan Ramadan, zakat, dan haji. Semua yang fardu itu dikerjakan secara tertib, tepat waktu, tepat kaifiyat (cara) dan kekhusyukannya.
Kemudian, jika yang fardu sudah dikerjakan dengan baik, ditambah dengan mengerjakan amal­amal yang nafilah (sunat) secara kontinu. Karena memang setiap amal yang difardukan selalu
disertai amal yang nafilah (sunat). Ada salat sunat, saum (puasa) sunat, sedekah, sebagai sunat dari zakat dan sunat haji, yaitu umrah. Jika semua amal-amal yang sunat itu sudah dikerjakan secara mudawamah (kontinu), sebagai tambahan bagi yang fardu, amal-amal itulah yang bisa mengantarkan ke derajat "wali Allah".
Jika sudah menjadi "wali", Allah akan membelanya dari segala gangguan musuh-musuhnya yang mengancam padanya. Jika sudah ada pembelaan dari Allah, "kesaktian" akan bisa dimiliki. Walaupun, "kesaktian"-nya itu tidak bisa menjadikan ia bisa menghilang, berjalan di atas air, dan tidak juga bisa mengubah batu menjadi emas. Selain itu, apabila ia berdoa, doanya akan dijawab dan apabila ia memohon perlindungan, Allah akan memberi perlindungan. Jika sudah mendapat pembelaan dari Allah, doa sudah dijawab, dan mendapat perlindungan dari Allah, pantas bagi seorang "wali" Allah tidak akan punya rasa takut dan tidak merasa sedih. Tidak takut untuk mengatakan yang benar, sekalipun di hadapan penguasa yang zalim dan tidak juga bersedih untuk meratapi kegagalan dalam perjuangan.
Semua fardu di bulan Ramadan, kemudian ditambah dengan saum-saum sunat secara kontinu, itulah salah satu amal yang bisa mengantarkan ke derajat "wali". Di saat melaksanakan saum, demi kesempurnaan dan diterimanya oleh Allah sebagai suatu pengabdian kepada-Nya, yang dipelihara tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mampu memelihara pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki dari segala pekerjaan yang tidak baik. Demikian juga seorang hamba, apabila sudah sampai ke derajat "wali", pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki sudah dipelihara oleh Allah dalam penggunaannya. Dengan demikian, ia akan mendapatkan dan merasakan adanya "kesaktian".
Kisah tentang sahabat Nabi dalam sebuah peperangan yang melemparkan batu berikil ke arah musuhnya yang kafir. Ternyata hanya dengan lemparan batu kecil, orang kafir itu bisa mati dan terkalahkan. Sahabat sendiri kaget dan bertanya-tanya, mengapa lemparan batu kecil itu bisa menjadi sebab kematian si kafir? Kemudian, Allah menjelaskan dengan firman-Nya, "Bukanlah kamu yang menembak, di saat kamu menembak, tetapi Allah-lah yang menembak." Itulah "kesaktian" yang diberikah Allah kepada hamba-hamba-Nya yang telah menjadi wali-Nya. Betul-­betul "kesaktian" dari Allah. Bukan dari setan. *** (Drs.H.Entang Muchtar Z.A.)

Pria Mendapatkan Bidadari Di Surga, Wanita Mendapatkan Apa ?


Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: "Pria mendapatkan istri-istri bidadari di Surga, lalu wanita mendapatkan apa?

Jawaban:
Para wanita akan mendapatkan pria ahli Surga, dan pria ahli Surga lebih afdhal dari pada bidadari. Pria yang paling baik ada di antara pria ahli Surga. Dengan demikian, bagian wanita di Surga bisa jadi lebih besar dan lebih banyak daripada bagian pria, dalam masalah pernikahan. Karena wanita di dunia juga (bersuami) mereka mempunyai beberapa suami di Surga. Bila wanita mempunyai 2 suami, ia diberi pilihan untuk memilih di antara keduanya, dan ia akan memilih yang paling baik dari keduanya.

(Fatawa wa Durusul Haramil Makki, Syaikh Ibn Utsaimin 1/132, yang dinukil dalam Al-Fatawa Al-Jami'ah lil Mar'atil Muslimah, edisi bahasa Indonesia "Fatwa-fatwa tentang wanita 3" cetakan Darul Haq)

Pertanyaan:
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya: "Ketika saya membaca Al-Qur'an, saya mendapati banyak ayat-ayat yang memberi kabar gembira bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dari kaum laki-laki, dengan balasan bidadari yang cantik sekali. Adakah wanita mendapatkan ganti dari suaminya di akhirat, karena penjelasan tentang kenikmatan Surga senantiasa ditujukan kepada lelaki mukmin. Apakah wanita yang beriman kenimatannya lebih sedikit daripada lelaki mukmin?

Jawaban:
Tidak bisa disangsikan bahwa kenikmatan Surga sifatnya umum untuk laki-laki dan perempuan. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan" (Ali-Imran:195)

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik" (An-Nahl:97)

"Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun" (An-Nisa':124)

"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar" (Al-Ahzab:35)


Allah telah menyebutkan bahwa mereka akan masuk Surga dalam firman-Nya:
"Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan" (Yasin:56)

"Masuklah kamu ke dalam Surga, kamu dan istri-istri kamu digembirakan"  (Az-Zukhruf:70)

Allah menyebutkan bahwa wanita akan diciptakan ulang. "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan" (Al-Waqi'ah: 35-36)

Maksudnya mengulangi penciptaan wanita-wanita tua dan menjadikan mereka perawan kembali, yang tua kembali muda. Telah disebutkan dalam suatu hadits bahwa wanita dunia mempunyai kelebihan atas bidadari karena ibadah dan ketaatan mereka. Para wanita yang beriman masuk Surga sebagaimana kaum lelaki. Jika wanita pernah menikah beberapa kali, dan ia masuk Surga bersama mereka, ia diberi hak untuk memilih salah satu di antara mereka, maka ia memilih yang paling bagus diantara mereka.

(Fatawal Mar'ah 1/13 yang dinukil dalam Al-Fatawa Al-Jami'ah lil Mar'atil Muslimah, edisi bahasa Indonesia "Fatwa-fatwa tentang wanita 3" cetakan Darul Haq)



~ Yhac’s Collection 26.05.2005  ~

TASAWWUF


            Banyak orang memperbincangkan mengenai kualitas ibadahnya kepada Allah. Karena tatacara kehidupan keseharian, yang membuat ibadah menjadi kurang bermakna, kurang memiliki arti, dan lebih kepada kewajiban belaka. Sehingga bukannya kebahagiaan yang mereka dapatkan tetapi kehampaan dalam mengarungi hidup ini.
            “Ibadah kepada Allah, beribadah juga hanya karena Allah. Mendekatlah kepada Allah, cintailah Allah, jadikanlah Allah tujuan utama dalam kehidupan kita, sehingga rahmat Allah, berupa nikmat didunia dan di-akhirat akan turun menghujani kita dengan derasnya.”
            Seperti tertulis dalam surat Al-Jin ayat 16 :
Artinya :      “Dan bahwanya jika mereka tetap berada diatas jalan (metode) yang benar, niscaya Akan kami turunkan hujan (rahmat) yang lebat (nikmat yang banyak).
            Ayat diatas adalah utamanya dari Tasawwuf. Suatu kegiatan bersifat spiritual yang selalu berusaha mencari-cari jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani hanya untuk Allah.
            Jadi bila mulanya kita mengenal Ibadah yang berkaitan dengan syareat seperti rukun-rukun Islam atau rukun Iman, rukun Sholat, batal dan tidaknya, perlu juga ditingkatkan sampai ke hakekat, terus kita merenung akan kebesar Allah hingga akhirnya sampailah kita kepada ma’rifat yaitu mengenal Allah hingga timbullah apa yang dinamakan ilmu Tasawwuf.
Pengertian Tasawwuf
            Mengenai asal kata tasawwuf ini banyak kalangan yang berbeda pendapat. Ada yang bilang berasal dari kata sufah, yang artinya: nama surat ijazah orang yang naik haji, bisa juga dari kata kerja safa yang artinya bersih dan suci. Ada juga yang menanggap dari kata suffah, yaitu ruangan dekat mesjid Madinah tempat Rasulullah memberi pelajaran kepada sahabatnya atau diambil dari kata suf yang berarti bulu kambing yang dibuat oleh kaum sufi dari Syiria. Memakai suf ini sendiri telah menjadi baju kebesaran orang Kristen sejak nabi Isa As. Tujuannya sendiri menuju kesederhanaan menjauhi dari sikap riya, sehingga akhirnya menjadi kaum sufi yang mempelajari ilmu tasawwuf.
Makna Tasawwuf
            Seperti yang dijelaskan sebelumnya, yaitu mencari jalan untuk menuju kesempurnaan dalam mencintai Allah dan memperoleh rohani yang bersih hanya kepada Allah.
            Pada mulanya kaum sufi ini juga memiliki kecintaan terhadap dunia, tetapi seiring dengan meningkatnya kesufian mereka, maka berangsur-angsur kecintaan dan kelezatan dunia lalu menyusut dan menghilang untuk kemudian beralih kepada kecintaan dan kelezatan rohani semata.Yang mana kelezatan ini hanya dapat dirasakan dengan perasaan yang halus, dunia yang gaib yang bersatu dengan arti cinta dan keagungan. Tasawwuf berpindah dari alam kebendaan menuju alam rohani yang tiada batasnya.

Tujuan Tasawwuf
            Menurut Imam Al Ghozali ilmu tasawwuf adalah tuntunan yang dapat menyampaikan manusia mengenal Tuhan dengan sebenar-benarnya, atau disebut ma’rifat. Oleh karena itu tujuan ilmu tasawwuf tidak lain membawa manusia, setingkat demi setingkat kepada Tuhannya. Sehingga tujuan akhir hidup didunia dan diakhirat nanti dapat tercapai.
            Tujuan akhir kehidupan didunia adalah agar segala doa dan keinginan kita mudah terkabul. Sedang tujuan akhir diakhirat yaitu agar dapat bertemu dengan Allah dalam gelimang nikmat kebesaran Allah SWT.

Pengertian Ilmu
            Dalam mempelajari ilmu terdapat dua pengetahuan, yaitu yang pertama ilmu mukhasyafah, yaitu ilmu untuk membuka tabir hubungan manusia dengan Allah, sedang ilmu yang satunya ilmu mu’amalah, ilmu untuk diamalkan dalam hubungan manusia dengan manusia.
            Sedangkan dalam pengembangan keseharian, ilmu dibagi lagi menjadi dua yaitu ilmu yang tercela atau dimurkai oleh Allah, dan yang satunya ilmu yang berfaerah atau hikmah, ini adalah ilmu yang diridhoi oleh Allah.
            Dalam mencari ilmu, tidaklah kita menjadi tercela, tetapi ketika kita mengamalkannya bisa dikatakan tercela bila terdapat 3 hal didalamnya yaitu :
1.    Ilmu yang memberi mudarat pada yang mempelajari ataupun orang lain seperti ilmu sihir, santet, guna-guna dsb.
2.    Ilmu yang sewaktu-waktu bila digunakan dapat membahayakan orang lain seperti astrologi, baik bila untuk mencari kebaikan, tetapi menjadi tercela ketika untuk mencari kelemahan orang lain, atau bahkan mencelakainya.
3.    Menyelami ilmu tanpa batas hanya akan memusingkan dan tidak berfaedah apa-apa. Sedikit asalkan istikomah lebih baik dibandingkan banyak tetapi tidak rutin.
            Ajaran ilmu berdasarkan kesufian untuk mendapatkan keridhoan Allah untuk mendapatkan jalan atau tarekat kepada Allah. Jalannya yaitu dengan mujahadah, riadah, membersihkan hati, mengosongkan dari segala yang berkaitan dengan duniawi.
Ilmu sufi ini terbagi menjadi 4 bagian yaitu :
1.    Ilmu Syariat
       Ilmu yang memperhatikan peraturan-peraturan agama yang diturunkan Tuhan kepada NabiNya. Sedang ilmu Syariat menurut orang sufi yaitu meninjau lebih dalam hukum-hukum syariat itu seakan membuat lebih mesra kepada hati dan jiwa seseorang, sehingga seringkali dianggap menyimpang dari hukum-hukum fiqih tertentu.
2.    Ilmu Tarikat
       Jalan untuk mencapai tujuan kepada Tuhannya. Orang melakukan disebut salik. Tujuan dari tarekat adalah mempertebal iman para pengikutnya sehingga tidak ada yang dicintai selain Allah.
       Untuk mencapai hal tersebut manusia harus menjalankan beberapa hal seperti :
a.    Ikhlas - bersih segalam amal dan niatnya dalam mengerjakan pekerjaan maupun ibadah dan beramal, hanya mengharap keridhoan dari Allah SWT.
b.    Muraqobah - merasa gerak-geriknya selalu diawasi oleh Allah.
c.    Muhasabah - memperhitungkan laba rugi amalnya dengan selalu menambah kebajikan.
d.    Tajarrud - melepaskan diri dari segala ikatan yang menghalangi dirinya menuju jalan dalam mencapai cita-citanya kepada Allah, tetapi dengan tetap memperhatikan syariat yang ada.
       Guru yang memberi petunjuk dinamakan syeh atau mursyid, ia memberikan latihan-latihan dzikir/wirid (riadah), lebih banyak menyendiri (khalwat), sehingga menetapkan ingatannya hanya kepada Allah (tawajuh).
       Sedangkan pengikutnya dinamakan murid yang dibaiat oleh mursyid (guru) untuk bersumpah setia untuk menjaga diri dari segala perbuatan maksiat (melakukan taubat).
       Sedangkan dzikir para sufi cara seperti :
a.    Dzikir lisan, melafadkan “Laa ilaa ha ilallah”.
b.    Dzikir qalbi, hanya diucapkan dalam hati, tetapi lidah tetap bergetar dengan mengucap dalam hati “Allah..Allah..”
c.    Dzikir sirri yang diingat secara rahasia dan dilafadkan secara halus dan pelan, yaitu “Huwa

3.    Ilmu Hakekat
       Adalah ilmu untuk mencari kebenaran. Apabila kita sudah sampai pada taraf ini maka hatinya hanya terpaku kepada Allah, walaupun diberi segala macam cobaan.
       Jika sampai tahap ini sudah Haqqul Yakin, maka akan terbuka hijab (hasyful mahjub). Biasanya ada laku yang dijalankan selama 7 hari atau suluk. Dimana pada akhir lakunya tersebut akan menemukan hakekat.
       Apa yang ada didalam dunia hanya sementara, manusia dan benda sekelilingnya tidak ada (ada) dan akhirnya akan lenyap (fana). Dan bila dilakukan terus menerus, maka akan terbuka rahasia yang menyelubungi manusia dengan Tuhannya atau biasanya disebut kasyaf.

4.    Ilmu Ma’rifat
       Arti ma’rifat adalah pengetahuan untuk mengetahui segala sesuatu dengan seyakin-yakinnya, atau mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Untuk mencapai hal ini dilakukan dengan jalan tafakur (merenungkan Kebesaran Allah).
       Ilmu ma’rifat sendiri bisa dicapai dengan 2 cara yaitu :
a.    Ilmu adna, yang didapat dengan cara mempelajari dan usaha, membaca dan belajar.
b.    Ilmu laduni, ilmu yang berasal dari Allah. Ilmu ini diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang dikehendaki. Hal ini didapat dari taqwa, salih dan memiliki nilai kesufian.
Nilai kesufian ini disebut dengan maqomat yang meliputi :
a.    Takhalli - membersihkan diri dari sifat kasar dan kotor.
b.    Tahalli - mengisi dengan sifat-sifat cara hidup yang sufi dan penuh dengan kemurnian hanya karena Allah.
c.    Tajalli - tempat yang nyata dimana ia melihat dan mampu memohon segala yang bersifat Ajaib karena kehendak Allah, termasuk rahasia Allah.
Bacaan Wirid Thariqat
            Untuk melakukan wirid tarikat maka seseorang perlu dibaiat oleh syech atau mursyidnya. Seorang syech mendapatkan ilmu thariqat ini silsilahnya bersambung sampai kepada Rasulullah dan tidak sah bila tidak berguru kepada syech yang silsilahnya tidak sampai kepada Nabi.
            Berikut adalah contoh bacaan wirid thariqat dari tarikat Qodiriyah dan Naqsabandiyah:
1.    Membaca Al-Fatihah untuk Nabi, para guru/syeh yang telah mendahului khususnya syech Abdul Qodir Jaelani (Qodiriyah) & syech Junaedi Al-Baghdadi (Naqsabandiyah), untuk kedua orang tua dan arwah para muslimin dan muslimat.
2.    Membaca Surat Al-Ikhlas 3x
3.    Membaca Sholawat Ibrahim 1x (Sholawat pada tahiyat akhir)
4.    Membaca kalimat Allah 300x pada setiap latifah
5.    Ditutup dengan do’a :
artinya:      Ya Allah Yang Maha Kuasa, saya mengharap atas keridhoanmu dan ridho Mu itulah yang saya cari-cari dan semoga Allah memberi pada saya kesenangan dunia dan kesenangan akhirat dan tetap ma’rifat kepada Mu Ya Allah dengan ma’rifat yang tetap.

Tingkatan Manusia menurut ilmu Tasawwuf
            Ma’rifat itu datangnya dari dua jurusan, yang pertama berdasar Ainur Juud atau mata kemurahan, ini murni karena kehendak Allah, dan Badzlul Majhud, ini karena riadho atau ikhtiar kita dengan daya upaya manusia.
            Sedangkan tingkatan (maqom) manusia untuk sampai kepada ma’rifat seperti yang tercantum dalam kita Hilyatul Auliya adalah sebagai berikut :
1.    Bertobat (At-Taubah)
2.    Takut (Al-Khauf)
3.    Harapan (Ar-Rajaa)
4.    Orang-orang yang saleh (Ash-Solihin)
5.    Para yang berhasrat dan penempuh (Al-Muridin)
6.    Selalu Taat (Al-Muthiin)
7.    Para Pencinta (Al-Muhibbin)
8.    Yang selalu merindukan (Al-Musytaqin)
9.    Para Wali atau kekasih (Al-Auliya)
10.  Yang paling dekat (Al-Muqorrobin).

Perbandingan Tasawwuf & Kebatinan
Tasawwuf mempunyai sumber satu ialah Al-Qur’an dan Hadits, walaupun bermacam-macam jalan satu sama lain yang berbeda (maksudnya disini adalah hanya pada praktek-praktek acara yang ditentukan oleh gurunya).
Sedangkan kebatinan tidak mempunyai keseragaman dalam sumber, sebab ada yang bersumber pada agama Islam, agama Hindu-Budha dan ada juga yang bersumber merupakan singkritisme (campuran) dari ketiga agama Islam, Kristen dan Budha.
Tinjauan Tujuan
Tasawwuf bertujuan :
1.    Membersihakn jiwa dari sifat tercela dan menghiasinya dengan sifat terpuji
2.    Tekun beribadah, bertakarub, tafakur dan dzikir kepadaNya untuk mencapai manusia baik yang diridhoi Allah
3.    Mendapat ketenangan hati dengan cara musyahadah, ma’rifat billah dan selamat didunia sampai akhirat mendapat balasan surga tempat yang kekal nikmat abadi
Sedangkan kebatinan tujuannya adalah :
1.    Berusaha hidup sempurna dan bahagia lahir bathin dengan membangun budi pekerti yang luhur.
2.    Mensucikan jiwa dan menanamkan rasa cinta kasih.
3.    Hidup damai serta gotong royong untuk kesejahteraan umat demi tercapainya kesempurnaan bathin.
Dapat disimpulkan perbedaan tujuan kedua aliran tersebut diatas adalah :
Bagi orang kebatinan, hanya menekankan hidup sempurna, bahagia lahir dan batin didunia saja.
Sedangkan bagi orang-orang tasawwuf, tekanan pada kehidupan didunia maupun akhirat.

Kandungan ajaran tasawwuf
            Ajaran tasawwuf bila kita perhatikan secara seksama maka akan dibagi menjadi 4 yaitu :
1.    Metaphisika, ilmu diluar alam dunia atau alam gaib yang bersumber pada keimanan kita terhadap Allah. Iman kepada Allah merupakan nikmat yang pa-ling indah, begitu juga kepada akherat yang akhirnya membawa kita kepada nikmat dalam menjalankan ibadah, dan iman akan adanya syurga akan membuat kita selalu berusaha untuk mendapatkannya dengan jalan Allah, dan mengingat neraka akan membuat kita takut dan akan selalu mencegah diri kita untuk melalukan perbuatan-perbuatan yang akan mengarah kita kesana.
2.    Ethica, mempelajari akhlaq yang baik kepada manusia maupun kepada Tuhan, seperti dalam salah satu hadits disebutkan “tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.”
3.    Psychologia, interospeksi pada diri sendiri. Untuk mengenal Allah mari kita ajukan pertanyaan kepada diri sendiri :
a.    Siapakan saya ?
       Saya adalah makhluk ciptaan Allah, tidak mungkin semua ini ada tanpa ada yang menciptakan.
b.    Darimanakan asalnya ?
       Pertama kali Adam diciptkan dari tanah kemudian anak cucunya dengan perantaraan manusia maka jadilah manusia-manusia lain.
c.    Apakah tugas manusia ?
       Tujuanya adalah beribadah kepada Allah, berbakti kepada bangsa dan negara demi tercapainya masyarakat adil makmur, aman dan sentausa yang diridhoi Allah SWT.
d.    Akan kemanakan akhirnya ?
       Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Matinya kita tidak akan membawa apa-apa dari kehidupan didunia ini selain pahala kebaikan yang kita kumpulkan dalam bentuk keimanan terhadap Allah.
4.    Aestethica, keindahan pada jiwa seseorang yang berpuncak pada mahabbah, cinta. Orang akan merasa tenang hatinya tidak ada pikiran kotor dan buruk dalam bathinnya, sehingga hati bersih kemilau memancar menghadap Allah dan orang disekitarnyapun turut merasakan ketenangan. Jalan untuk mencapai ini dengan cara tafakur kepada Allah, merenungkan segala ciptaanNya, sehingga timbullah cinta terhadap seluruh ciptaan Allah.

Kandungan Ajaran Kebatinan
            Yang dimaksud dengan kebatinan adalah kepercayaan rakyat Indonesia yang tidak termasuk dalam aliran agama yang diakui seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
            Beberapa aliran kebatinan yang kebetulan pernah saya pelajari untuk sekedar wacana saja, salah satunya adalah :
1.    Ngelmu Bejo, banyak beredar disekitar Jogjakarta, atau ilmu-ilmunya biasa disebut dengan Ngelmu mulur mungkret, ini adalah hasil ciptaan Ki Ageng Suryomataram, dimana ajarannya bahwa manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, bumi, api dll berasal dari jladren (benda asli, terjadi begitu saja). Aliran ini bisa dikategorikan sebagai aliran atheisme atau materialisme.
2.    Pambuka Das Songo, bersumber pada ajaran mistik. Pimpinannya Nyai Harjosentoso yang mengajarkan artinya lobang 9 (2 mata, hidung telinga, kemaluan dan 1 mulut). Aliran ini banyak beredar disekitaran Semarang sampai pesisir Jawa Timur.
3.    Ilmu Sejati, aliran kebatinan dari daerah Sukerejo, diciptakan oleh R. Prawirosoedarso, merupakan ajaran mistik tanpa membedakan agama dan golongan, ajarannya bersumber dari agama Islam, Kristen dan Budha.
4.    Imam Mahdi, golongan mistik yang mendasarkan ilmunya pada Islam. Pimpinannya bernama Ahdi dari Tasikmalaya, bertujuan pada Perikemanusiaan, Ketuhanan yang Maha Esa, Gotong Royong, Kejujuran dan Kerukunan. Ajarannya yang cukup unik yaitu membaca Al-Fatihah yang sampai “Ihdinas Shirotol Mustaqim”, sedangkan ayat selanjutnya dihilangkan, karena takut di “Ghoiril” (disembelih). Kemudian setiap orang mempunyai nabi sendiri-sendiri yang berjumlah 25.
Sedangkan ajarannya sendiri pada umumnya mengandung 4 hal juga yaitu :
1.    Sciences Occultes atau Ilmu gaib, ilmu rahasia yang diajarkan tanpa mempunyai arsip yang jelas, dengan perantaraan alamat khusus yang juga sangat rahasia. Biasanya dibagi 2 yaitu:  Physical, kemampuan menggerakkan benda oleh kekuatan ajaib yang tidak dikenal & Mental, yaitu kenyataan-kenyataan yang diperoleh orang tanpa melalui saluran panca indera.
2.    Union Mystique, bersatunya manusia dengan Tuhan. Dalam bahasa Jawa disebut sebagai “Manunggalin kawula lan Gusti”. Dilambangkan dengan Curigo manjing ing warongko lan warongko manjing ing curigo (artinya keris masuk dalam rangka dan rangka masuk dalam keris). Dalam istilah tasawwuf disebut hulul atau istihad yang dibawakan oleh aliran Al-Hallaj dimana intinya adalah “Anaa al haq” artinya saya Adalah Tuhan Al-Haq. Pendirinya Abul Muughis Husain bin Mansur Al-Hallaj pernah juga berkata “wamaa fie jubbatie illallah” artinya: Dan tiada ada yang ada dalam jubahku melainkan Allah.
       Saya pernah mempelajari salah satu kitab Wirid Hidayat Jati karangan Ronggowarsito, artinya itu kurang lebih : “Diwaktu itu mengheningkan cipta dengan mengingat dan menetrapkan dzat kepada dirinya sendiri dengan berkata: “Aku penjelmaan dzat Yang Maha Suci, yang berkuasa diatas segala sesuatu”, yang berkuasa : “Kun fayakun, segala yang aku ciptakan terlaksana datang sewaktu aku inginkan..... ia .....keluar dari kodratKu.”  Setelah itu menarik nafas perlahan dan diturunkan keluar dari lubang hidung, perlahan saja tanpa tergesa-gesa, diakhiri dengan penyerahan diri dan memohon kepada diri sendiri.
       Saya berkeyakinan dalam Islam, baik hulul yang dikerjakan Al-Halaj maupun Wirid Hidayat Jati adalah menyeleweng, Imam Al-Ghozali yang ajarannya diterima oleh kalangan Ahlus Sunnah Wal-Jamaah, tidak membenarkan orang yang mengira dirinya mencapai derajat hulul, ittihad atau wusul.
3.    Metaphisic, disebut juga sangkan paraning dumadi suatu filsafat tentang alam wujud, darimanakan wujud itu datang dan kemana wujud itu pergi. Banyak diajarkan dilingkungan perdikan persilatan di Jawa Tengah, dimana seakan-akan dunia ini tetap ada tanpa ada akhir maupun balasan.
4.    Ethic atau budi luhur, dalam aliran kebatinan dianggap “memayu hayuning bawana langgeng”. Artinya membentuk dunia yang indah dan makmur.

Tujuan Ilmu Kebatinan
Berbeda dengan tasawwuf dalam konteks thariqat, dimana banyak jalan dalam aturan atau metode untuk mendekat kepada Allah, tetapi tujuan akhirnya hanya satu yaitu mencapai ma’rifat billah atau menjadi manusia sempurna yang diridhoi Allah SWT dan bersumber kepada satu hal yaitu Al-Quran dan Hadits. Kebatinan sumbernya berbeda ada yang dari Islam tetapi tidak menjalankan syareatnya, ada juga yang dari Kristen dan Budha.
Tetapi dari berbagai aliran kebatinan tersebut dapat kita ambil kesimpulan inti dari ajaran kebatinan ini yaitu :
a.    Berusaha untuk mencapai hidup sempurna dan bahagia lahir batin.
b.    Menanam rasa cinta kasih sesama demi tercapainya kesejahteraan umat.
c.    Membangun budi pekerti luhur dan jiwa yang suci murni.
d.    Mencapai keadaan yang termulia dalam hidupnya didunia ini.

Sholat 'Ied dan Sholat Jum'at




Masalah ini memang menjadi khilaf (perbedaan pandangan) di kalangan fuqaha. Ada yang mengatakan bila 'Idul Fithri atau 'Idul Adha jatuh pada hari Jum'at, maka kewajiban shalat Jumat menjadi gugur. Namun ada pendapat lain yang mengatakan sebaliknya, yaitu kewajiban shalat Jumat tidak serta merta gugur.

a. Pendapat Pertama

Yang mengatakan gugurnya kewajiban shalat Jumat adalah pendapat mazhab Hanbali. Dengan tambahan keterangan bahwa hal itu hanya berlaku untuk makmum saja. Sedangkan bagi imam shalat, tidak gugur kewajibannya kecuali bila sama sekali tidak ada yang datang untuk shalat Jumat. Kebolehan untuk tidak shalat Jum'at bila hari itu bertepatan dengan hari 'Id berdasarkan kepada beberapa hadits berikut ini.

Dari Iyas bin Abi Ramlah As-Syami berkata, "Aku melihat Muawiyah bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Apakah kamu menyaksikan dua hari raya dalam satu hari bersama Rasulullah?". Dia menjawab, "Ya". "Apa yang beliau SAW lakukan?". "Beliau shalat Id dan memberi keringanan shalat Jum'at seraya bersabda, "Siapa yang mau shalat silahkan shalat dan yang mau menjamak silahkan menjamak. (Hadits Majhul tapi dishahihkan oleh Ibnu Madini)

Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Hari ini dua hari raya menyatu. Siapa yang mau silahkan mengerjakan shalat Jum'at namun kami menggabungkannya". (HR Ibnu Majah).

Dengan demikian, menurut pendapat mereka, kalau pagi harinya sudah shalat Id, maka siangnya sudah tidak wajib lagi untuk shalat Jumat. Sebab maksud dan tujuan shalat Jumat sudah tercapai pada shalat Ied pagi harinya, yaitu mendengarkan khutbah.

b. Pendapat Kedua

Pendapat kedua adalah pendapat mayoritas (jumhur) ulama. Mereka mengatakan bahwa kewajiban shalat Jumat tidak gugur hanya karena kebetulan hari Raya 'Id jatuh bertepatan pada hari Jum'at.

Dalil yang digunakan oleh pendukung pendapat pertama tidak bisa dijadikan dasar gugurnya shalat Jum'at. Sebab hal itu hanya berlaku untuk penduduk yang pada dasarnya tidak tinggal di dalam kota, tetapi buat mereka yang tinggal jauh di luar kota dan pedalaman. Di mana memang pada hakikatnya mereka tidak wajib shalat Jum'at. Sebab shalat Jum'at itu hanya wajib dikerjakan di tengah peradaban dan pemukiman manusia dengan jumlah tertentu. Sedangkan orang-orang yang tinggal di tempat terpencil, jauh dari pemukiman atau di pedalaman, tidak ada kewajiban melakukan shalat Jumat.

Selain itu, kewajiban shalat Jum'at telah ditetapkan secara qath'i di dalam Al-Quran al-Kariem. Maka wajib hukumnya bagi mereka yang mendengar azan untuk mendatangi shalat Jumat. Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli . Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS Al-Jumu'ah: 9)

Kedua shalat itu punya dalil sendiri sendiri yang tidak bisa saling menafikan/menghilangkan, sebagaimana shalat Zhuhur dengan shalat 'Ied. Untuk lebih detailnya masalah ini silahkan buka kitab Al-Mughny karya Ibnu Qudamah jilid 2 halaman 358. Juga kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu karya Dr. Wahbah Az-Zuhaily jilid 2 halaman 1419-1420.


Wallahu bisshowwab

Syekh Abdul Qadir Jilany



Syekh Abdur Qadir Jilany adalah adalah imam yang zuhud dari kalangan sufi. Nama lengkap beliau adalah Abdul Qadir bin Abi Sholih Abdulloh bin Janki Duwast bin Abi Abdillah bin Yahya bin Muhammad bin Daud bin Musa bin Abdillah bin Musa al-Hauzy bin Abdulloh al-mahdh bin Al-Hasan al mutsanna bin al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailani dinisbahkan ke sebuah tempat di dekat thobristan yaitu Jiil, atau Jilan atau Kilan
Beliau lahir tahun 471 H di Jiilan dan Kemudian di masa mudanya beliau pergi ke Baghdad dan belajar dari al-Qadhy Abi Sa’d al-Mukhorromy. Beliau pun banyak meriwayatkan hadits dari sejumlah ulama pada masa itu di antaranya; Abu Gholib al-Baqillany dan Abu Muhammad Ja’far as-Sirraj.
Syekh ‘Izuddin bin Abdissalam mengatakan: “tidak ada seorangpun yang karomahnya diriwayatkan secara mutawatir kecuali syekh Abdul Qadir Jiilany”. Syekh Nuruddin asy-Syathonufy al-Muqry mengarang sebuah buku yang menjelaskan tentang siroh dan karamah beliau dalam 3 jilid, dalam buku tersebut dikumpulkan semua berita yang berkaitan dengan syekh baik itu berita yang benar, palsu maupun hanya cerita rekaan.
Di antara cerita yang terdapat dalam buku tersebut adalah sebuah kisah yang diriwayatkan dari Musa bin Syekh Abdul Qadir al-Jilany ia berkata: Aku mendengar ayahku bercerita: Pada suatu waktu, ketika aku sedang berada dalam perjalan di sebuah gurun. Berhari-hari lamanya aku tidak menemukan air, dan aku sangat kehausan. Tiba-tiba ada awan yang melindungiku dan turun darinya setetes air kemudian aku meminumnya dan hilang rasa dahagaku, kemudian aku melihat cahaya terang benderang, tiba-tiba ada suara memanggilku, "Wahai Abdul Qodir, Aku Rabbmu dan Aku telah halalkan segala yang haram kepadamu". Maka Abdul Qodir berkata : "Pergilah wahai engkau Syetan terkutuk". Tiba-tiba berubah menjadi gelap dan berasap, kemudian ada suara yang mengucapkan : "Wahai Abdul Qodir, engkau telah selamat dariku (syetan) dengan amalmu dan fiqihmu" . Demikian sedikit kisah tentang Abdul Qodir.
Syekh Abdul Qadir memiliki 49 orang anak, 27 di antaranya adalah laki-laki. Beliaulah yang mendirikan tariqat al-Qadiriyah. Diantara tulisan beliau antara lain kitab Al-Fathu Ar-Rabbani, Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haq dan Futuh Al-Ghaib. Beliau wafat pada tanggal 10 Rabi’ul Akhir tahun 561 H bertepatan dengan 1166 M pada saat usia beliau 90 tahun.
Adapun penyebab kenapa begitu banyak orang di jaman sekarang yang mengagungkan beliau, adalah karena beliau termasuk orang yang sholih dan banyak karomahnya. Hanya saja kebanyakan dari mereka bersikap berlebih-lebihan dalam hal tersebut (al-Ghulu)dan menempatkan beliau di atas derajat para Nabi. Tentunya hal tersebut adalah perbuatan yang dilarang. (Tarikhul Islam Lidz-Dzahaby tahun 561-570 H, Siyar A?lam an-Nubala’ 20/439-451)
Wallahu a`lam bishshowab.

Rasulullah dan Seorang Pengemis

..


Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, "Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya". Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah katapun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW praktis tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yan g tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu,
"Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?".
Aisyah RA menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja".
"Apakah Itu?", Tanya Abubakar RA.
"Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi keujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana", kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik,
"Siapakah kamu ?".
Abubakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa."
"Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", bantah si pengemis buta itu.
"Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu,
"Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW".
Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata,
"Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... " Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Nah, wahai saudaraku, semoga AllAh SWT senantiasa membimbing kita agar bisa meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW.


Sumber: maillist media dakwa@yahoogroups.com

Membeli Rasa Rindu





Ada seorang lelaki datang, Ramadhan lalu. Ia butuh teman yang mau mendengar suara hatinya. Ia butuh kawan untuk berbagai perasaan; mengabarkan tentang kesedihan hatinya yang sangat mendalam. Ada tangis yang tertahan.

Ia datang menangis bukan karena hilangnya harta. Tetapi ia menangis karena tak punya rasa rindu pada bapaknya. Ingin benar rasanya mengumpulkan seluruh perasaan yang ada agar hatinya dipenuhi kerinduan untuk bertemu dan berbuat baik pada bapaknya. Ingin rasanya seperti manusia-manusia lain, ia datang memeluk bapaknya setelah lama tak bertemu. Ingin rasanya ia memapah bapaknya yang sudah tak kuat berjalan dengan penuh rasa takzim, demi meraih kunci surga karena bakti pada orangtua. Tetapi perasaan itu telah mati. Atau hampir-hampir tak ada lagi. Kalau saja rasa rindu itu bisa dibeli, ia ingin membelinya. Tetapi dimana?

Sahabat kita ini tidak sendirian. Banyak orang-orang yang mengalami keperihan serupa. Di antara mereka ada yang merasakan pahitnya menahan rindu di saat kakinya belum kuat untuk berjalan, tetapi ia tidak mendapatkannya. Di antara mereka ada yang tak kuat menanggung keinginan untuk sekedar dibelai rambutnya, sehingga harus jatuh sakit karena bapaknya tak mau mengikhlaskan tangannya untuk menyentuh. Di antara mereka ada yang harus melakukan kenakalan yang memalukan demi merebut sepotong perhatian dari orangtua, tetapi tidak ada yang mereka dapatkan kecuali luka hati yang semakin menyakitkan. Di saat keinginan untuk dekat itu sudah mati, dunia ternyata berubah. Bapaknya yang dulu sangat gagah itu, sekarang sudah tua renta. Bapaknya yang dulu bertabur kemakmuran itu, sekarang sudah perlu disantuni. Bapaknya yang dulu tak punya ruang sedikitpun untuk mengobati rasa rindunya, sekarang hari-harinya dipenuhi dengan keinginan untuk meraih sepotong perhatian darinya.

Tetapi, seperti kata Nabi, “Barangsiapa tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.” Man la yarham, la yurham. (HR. Muslim).

Pesan Nabi saw. ini mengingatkan saya pada peristiwa yang disebut dalam hadis shahih riwayat Bukhari. Suatu saat Rasulullah saw mencium cucunya. Seorang pembesar bernama Aqra’ bin Habis At-Tamimi melihatnya, lalu berkomentar, “Aku punya sepuluh orang anak, tetapi tidak satu pun dari mereka yang pernah kucium.” Rasulullah saw lalu menjawabnya dengan ungkapan yang fasih, “Apa dayaku bila Allah telah mencabut kasih-sayang dari hatimu!”

Kalau di masa kecil anak-anak kita tidak pernah merasakan kasih-sayang bapaknya, maka bukan salah ibunya kalau mereka tak memiliki rasa rindu saat kita tua. Ibarat tanaman, perasaan ingin membahagiakan orangtua itu tak pernah terpupuk, sehingga sulit mengakar dalam hati.

Saya pernah bertemu dengan seorang ayah. Wajahnya tampak renta, menunjukkan usianya yang sudah sangat tua. Berjalan pun hampir tak bisa. Seorang anaknya, kebetulan, memiliki kekayaan yang berlimpah. Banyak negara yang telah dijelajahi untuk berwisata. Apalagi kalau cuma ke negeri tetangga, bisa dilakukan kapan saja. Yang tidak bisa cuma satu: mengunjungi ayahnya. Datang menengok ayahnya yang tua renta, seolah barang mewah yang lebih sulit dijangkau daripada negeri-negeri yang jauh.

Apa yang pernah terjadi sebenarnya?

Di masa lalu, ayahnya hampir tidak pernah memberi perhatian, meski cuma berupa panggilan sayang. Ayahnya banyak berkecimpung dalam usaha-usaha agama. Tetapi bukan itu yang menyebabkan ia tak sempat mengusap anaknya. Anak-anak yang lain ia sekolahkan dengan baik. Seorang anaknya belajar di sebuah pesantren besar dengan dukungan fasilitas dari orangtua yang lebih dari sekedar cukup. Anak-anak lainnya pun demikian, memperoleh pendidikan dan perhatian yang baik darinya. Tetapi anak yang satu ini, ia lupa. Ia lalai memperhatikan anaknya. Agaknya, ada yang tidak sesuai dengan harapannya ketika anak itu lahir sehingga semenjak kecil sudah “disisihkan”.

Kadang yang membuat anak “tersisih” atau bahkan sengaja “disisihkan” oleh orangtua adalah karena ia tidak secerdas saudara-saudaranya yang lain. Orangtua lebih memperhatikan anak yang cemerlang karena dianggap punya masa depan. Padahal banyak sarjana yang hanya menjadi beban. Sementara tidak sedikit orang-orang yang secara formal pendidikannya lebih rendah, justru sangat mandiri dan memberi “cahaya” pada ummat.

Hampir serupa dengan itu, ada cerita lain yang sangat menyedihkan. Seorang remaja menelpon orangtuanya dan berkata, “Fuck you, Mom! Bajingan kamu, Mama.” Anak ini marah kepada orangtuanya karena ia hanya diberi uang, telepon genggam, credit card dan fasilitas hiburan yang berlimpah di rumahnya, tetapi tanpa kasih-sayang dan perhatian. Tak ada yang bisa mendengarkan cerita-ceritanya ketika ia sedang bergembira atau saat dirundung kesedihan luar biasa. Satu-satunya yang mau mendengarkan adalah pembantu di rumah. Entah karena tulus atau karena takut.

Bagi anak ini, nasehat tentang surga di bawah telapak kaki ibu menjadi berita yang menyakitkan telinga. Sebab, kasih-sayang seorang ibu adalah impian yang sangat sulit ia raih. Apalagi perhatian seorang bapak. Padahal ibunya tidak memiliki tanggung-jawab khusus yang mengharuskannya banyak keluar rumah. Ibunya bukan seorang pejabat. Bukan pula da’iyah yang harus memberi penyadaran pada ummat. Tetapi ia lebih sering di luar rumah daripada menemani anaknya belajar matematika. Sedangkan bapaknya, setali tiga uang. Waktunya lebih banyak di luar rumah bukan karena berjuang demi keluarga –apalagi agama. Tetapi hanya sibuk menumpuk rupiah. Karenanya tak ada yang bisa dibanggakan oleh anak dari ibu maupun bapaknya.

Di tempat lain, ada ibu-ibu berpendidikan S-3, tetapi memberikan pendidikan kepada anaknya dengan kualitas SD. Ilmu yang didapatkannya dengan susah payah dari perguruan tinggi tidak digunakan untuk mendidik anaknya. Ia memilih untuk menerapkannya di luar dengan alasan agar tidak sia-sia biaya besar yang telah dikeluarkan untuk kuliah. Bukankah sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang manfaat? (Sebenarnya saya ingin bertanya, “Lalu untuk siapakah engkau menuntut ilmu itu?”). Walhasil, pendidikan anak cukup ditangani oleh pembantu saja. Bersyukur kalau pembantu memiliki tanggung-jawab ukhrawi yang besar. Kalau ia hanya mencari keping-keping rupiah saja?

Ah, diam-diam saya jadi miris membayangkan anak-anak itu sesudah dewasa. Teringat saya pada sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Ali bin Thalib, “Jika ummatku mengerjakan lima belas perkara, maka mereka akan ditimpa musibah.”

Ada yang bertanya, “Apa itu wahai Rasul Allah?”

Beliau menjawab, “Jika harta rampasan dibagi secara bergiliran (satu kaum mendapatkan dan kaum yang lain tidak mendapatkannya), amanat dianggap sebagai harta rampasan, zakat dianggap sebagai main-main, jika lelaki patuh kepada istrinya, jika seseorang durhaka kepada ibunya, lebih suka berbuat baik kepada rekannya dan kasar terhadap ayahnya, jika ada suara-suara yang keras di dalam masjid, jika pemimpin kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka, orang yang paling mulia takut kepada kejahatannya, jika khamr diminum, sutera dikenakan kaum laki-laki, wanita-wanita penyanyi dan alat-alat musik diambil, jika yang akhir dari ummat ini melaknat yang awal. Maka hendaklah pada saat itu mereka mewaspadai aroma paceklik, kekurangan bahan makanan atau perubahan rupa.” (HR. At-Tirmidzi).

Jika anak-anak itu tumbuh tanpa rasa hormat pada orangtua, apakah yang bisa menjamin kita agar mereka tidak durhaka pada bapak ibunya? Beruntung kalau anak-anak itu hatinya mendapat celupan agama. Sekalipun tak sanggup untuk membangkitkan rasa rindu dan hormat kepada orangtua, ia masih bisa memaksakan diri untuk menyantuni mereka demi meraih ridha Allah. Tapi kalau iman mereka kosong? Saya tak dapat membayangkan.

Ah….
Tampaknya ada yang perlu kita benahi. Tentang niat kita mendidik anak. Tentang tujuan kita menyekolahkan mereka. Tentang arah hidup kita sendiri. Juga tentang apa yang akan kita pertanggungjawabkan kelak di yaumil-akhir.

Semoga kita termasuk orang-orang yang ikhlas mendidik anak-anak kita sendiri. Semoga pamrih-pamrih kita dalam mendidik mereka di waktu-waktu yang lalu, hari ini kita sadari, kita insyafi, dan kita benahi.

Semoga Allah menolong kita.
(oleh:Muhammad Fauzil Adhim)

Untuk Kita Renungkan

Hanya ingin mengingatkan bahwa Kubur setiap hari menyeru manusia sebanyak lima kali:

1. Aku rumah yang terpencil, maka kamu akan senang dengan selalu membaca Al-Quran.
2. Aku rumah yang gelap, maka terangilah aku dengan selalu solat malam.
3. Aku rumah penuh dengan tanah dan debu, bawalah amal soleh yang menjadi hamparan.
4. Aku rumah ular berbisa, maka bawalah amalan Basmallah sebagai penawar.
5. Aku rumah pertanyaan Munkar dan Nakir, maka banyaklah bacaan "Laa ilahaillallah, Muhammadar Rasulullah", supaya kamu dapat jawaban
kepadanya.

Lima Jenis Racun dan Lima Penawarnya;

1. Dunia itu racun, zuhud itu obatnya.
2. Harta itu racun, zakat itu obatnya.
3. Perkataan yang sia-sia itu racun, zikir itu obatnya.
4. Seluruh umur itu racun, taat itu obatnya.
5. Seluruh tahun itu racun, Ramadhan itu obatnya.

(Kirimkan Untuk Rekan-rekan Muslim Anda Yang Lain Sebagai Tanda Sahabatnya Sedang Mengingatinya.) Nabi Muhammad S.A.W bersabda:

" Ada 4 di pandang sebagai ibu ", yaitu :

1. Ibu dari segala OBAT adalah SEDIKIT MAKAN.
2. Ibu dari segala ADAB adalah SEDIKIT BERBICARA.
3. Ibu dari segala IBADAT adalah TAKUT BUAT DOSA.
4. Ibu dari segala CITA CITA adalah SABAR

Berpesan-pesanlah kepada kebenaran dan Kesabaran.

Beberapa kata renungan dari Qur'an :

Orang yang tidak melakukan sholat :
Subuh : Dijauhkan cahaya muka yang bersinar
Dzuhur : Tidak diberikan berkah dalam rezekinya
Ashar : Dijauhkan dari kesehatan/kekuatan
Maghrib : Tidak diberi santunan oleh anak-anaknya.
Isha' : Dijauhkan kedamaian dalam tidurnya


~ Yhac’s Collection; Juli 2005 ~

Thursday 16 December 2010

Al-Qur'an sebagai Asyifa - Penafsiran Al-Qur'an melalui Huruf dan Angka




Kehidupan alam semesta merupakan karsa penciptaan yang merupakan sintesis antara cinta kasih, akal dan sistem nilai atau hukum serta integrasi antara aspek eksistensi rendah dan tinggi.
Proses perkembangan kehidupan alam semesta tidak mengeliminasi eksistensi rendah tetapi yang terjadi adalah proses transmutasi dari eksistensi rendah, baik secara evolusi maupun secara revolusi, menuju dan menjadi tingkat eksisitensi yang lebih tinggi. Proses yang demikian seharusnya menjadi acuan atau spirit manusia didalam mengaktualisasikan fitrahnya selaku wakil Tuhan di dunia.
Islam yang mempunyai makna harafiah berpasrah merupakan satu-satunya cara hidup untuk mencapai keselamatan dalam arti keseluruhan, yaitu manusia dan alam. Sikap berpasrah diri terhadap Karsa, Rasa, Cipta dan Kuasa Sang Pencipta akan terjadi apabila manusia konsisten mengikuti jejak-jejak perbuatan Tuhan (sunatullah) yang dapat dipahami sebagai kehidupan alam semesta yang harmonis dan seimbang. Aspek keseimbangan dan keharmonisan tersebut hendaknya menjadi spirit berkegiatan manusia selain harus selalu berorientasi pada proses transmutasi seperti tersebut diatas. Dengan kata lain, sikap berpasrah diri tersebut tidak dilaksanakan secara pasif, melainkan melalui proses pencapaian kesadaran diri ke arah yang lebih tinggi. Proses tersebut dilakukan secara konsisten dan kontinyu, untuk mencapai hakikat realita yang bersumber dan berproses dalam suatu sistem nilai yang merupakan manifestasi dari kehendak Allah, baik yang didalam maupun yang meliputi kehidupan alam semesta.
Kesediaan manusia untuk berperan sebagai wakil Tuhan di bumi, selain mempunyai arti bahwa manusia mendapat kepercayaan Tuhan untuk mengatur dan mengelola dunia, juga bertanggung-jawab atas terjadinya kerusakan-kerusakan yang dapat mengancam bukan saja keharmonisan tetapi juga kelestarian kehidupan alam semesta. Tugas tersebut merupakan kepercayaan maha berat yang mahluk-mahluk lain tidak sanggup memikulnya. Pelaksanaan pengaturan dan pengelolaan tersebut tidak bisa tidak harus merujuk kepada sistem pengetahuan yang secara lengkap telah tersusun secara sistimatis sebagai ayat-ayat yang ada didalam Al Qur'an.
Wahyu-wahyu yang disusun secara sistematis di dalam Al Qur'an bukan sekedar meliputi informasi-informasi yang bersifat historis normatif. Lebih dari itu, Al Qur'an merupakan sumber pengetahuan yang peranannya sangat penting dan mutlak bagi manusia di dalam usahanya mengaktualisasikan dirinya sebagai Wakil Tuhan di bumi. Selama ini konstruksi pemahaman Al Qur'an cenderung merujuk kepada warisan dan khasanah pemikiran masa lalu. Dengan kata lain, kaum muslimin menempatkan warisan historis sebagai referensi untuk membangun pemahaman terhadap wahyu. Hal yang demikian bukanlah salah, namun tidak mencukupi lagi. Untuk sekarang dan seterusnya diperlukan lebih dari sekedar pemahaman yang hanya bersifat normatif. Juga harus diupayakan suatu usaha untuk mentransendensikan Al Qur'an supaya pemahamannya tidak terbatasi oleh warisan-warisan historis normatif yang tersekat-sekat oleh ajaran-ajaran dan atau doktrin-doktrin dogmatis ataupun intepretasi yang bersifat supra subyektif. Ajaran atau interpretasi yang muncul ini sering tidak bisa didialogkan atau diajarkan kepada orang yang tidak (belum) pernah mengalami.
Al Qur'an harus dijadikan sumber informasi, sumber data-data atau sumber ilmu pengetahuan tentang kehidupan alam semesta. Hal tersebut merupakan postulat teologis dan sekaligus teoritis. Elaborasi pada konstruk-konstruk teoritis Al Qur'an inilah yang pada akhirnya merupakan perumusan-perumusan teoritis guna membangun perspektif Al Qur'an dalam memahami realita kehidupan. Apabila kita kembali melihat sistem pengetahuan Islam yang murni yakni Al Qur'an, sesungguhnya Islam mempunyai cara berfikir yang rasionalistis-empiris. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya banyak diintervensi bahkan kadang-kadang terkesan didominasi oleh budaya magis dan mistis sehingga diperlakukan sebagaimana layaknya gudang mantra. Oleh karena itu berkali-kali Al Qur'an menekankan arti penting penggunaan akal pikiran dan pencarian pengetahuan melalui observasi.
Penggunaan akal pikiran atau sikap rasionalistis memberikan kerangka pemikiran yang disiplin, kritis, sistimatis dan logis dengan logika deduktif sebagai sendi pengikatnya. Di pihak lain terdapat dunia empirik yang obyektif dan berorientasi kepada fakta sebagaimana adanya. Kesimpulan umum yang ditarik dari dunia empirik secara induktif merupakan batu ujian realitas dalam menerima atau menolak suatu kebenaran. Kebenaran keilmuan bukan saja merupakan kesimpulan rasional yang koheren dengan sistim pengetahuan yang berlaku, tetapi juga harus sesuai dengan kenyataan yang ada.
Penggabungan antara rasionalisme dengan empirisme inilah yang kemudian disebut sebagai metoda keilmuan. Metoda inilah yang membedakan antara ilmu dengan buah pikiran. Dengan kata lain, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metoda keilmuan. Dengan demikian hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan menurut persyaratan-persyaratan keilmuan. Hal ini perlu diungkapkan agar kesadaran kita tergugah untuk tidak menempatkan wahyu atau ilmu pada struktur feodalisme terselubung yang akhirnya hanya menghasilkan fanatisme terhadap (faham-) individu ataupun kelompok. Namun satu hal yang jangan sampai dilupakan pada tahap mengaktualisasikan kebenaran rasional tersebut dalam kawasan empirik yang dibutuhkan bukan sekedar kebenaran rasional melainkan ketepatan dalam mengaktualisasikannya.
Sebab adanya perbedaan sistim nilai pada ruang yang berbeda merupakan fakta yang tidak bisa di abaikan. Proses penghayatan tersebut mutlak diperlukan karena kebenaran tersebut masih harus dan perlu diuji untuk memastikan ketepatan aplikasinya di dalam wilayah empiris.
Ilmu bersifat terbuka, demokratis dan menjunjung tinggi kebenaran serta ketepatan pelaksanaannya. Penggunaan metoda keilmuan secara dinamis akan menghasilkan pengetahuan yang konsisten, sistimatis serta dapat diandalkan. Sebab, pengetahuan yang dihasilkan telah teruji secara sistimatis. Kebenaran keilmuan baru bisa dikatakan sah apabila pernyataan yang dibuat dalam rangka kegiatan keilmuan itu dapat diterima setelah melalui pengujian secara empirik yang pada hakekatnya merupakan wasit di dalam gimnastik berfikir.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Ilmuwan Albert Einstein, bahwa ilmu dimulai dari fakta dan diakhiri dengan fakta apapun juga teori yang disusun di antara mereka. Pernyataan tersebut sangat membantu dalam hal memahami wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad S.A.W. berupa perintah "Baca". Perintah tersebut pada dasarnya merupakan rangkaian aktivitas yang meliputi tindakan melihat, mengamati, mencermati, memahami dan menghayati serangkaian fakta atau fenomena yang ada. Fakta-fakta dan fenomena-fenomena ini selanjutnya digunakan untuk mempelajari sunatullah yang tertulis dan tersebar dalam segala peristiwa untuk kemudian diamalkan sebagai tindakan nyata dalam wilayah empirik. Sejak dimulainya aktivitas melihat sampai dengan aktivitas penghayatan merupakan tindakan yang bersifat rasional. Sedangkan aktivitas pengamalan merupakan tindakan empiris karena merupakan pengujian dalam memastikan kebenaran yang diperoleh pada tahapan tindakan rasionalistis.
Aktivitas yang terjadi didalam tahapan rasionalistis pada dasarnya adalah proses dialog atau dengan kata lain makna dari perintah "Baca" pada dasarnya merupakan proses dialogis antara "Pembaca" dengan "Penulis" sunatullah yang tersebar di segenap penjuru alam.
Dalam proses dialog tidak tertutup kemungkinan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang konkrit, riil dan kontekstual mengingat kehidupan manusia itu berkembang secara dinamis. Adanya pembakuan terhadap metoda dialog seperti yang selama ini banyak terjadi, merupakan pemasungan terhadap kehendak berfikir rasionalistis, kreatif dan dinamis. Sehingga, hasil dialog menjadi tidak realistis lagi pada saat dilakukan pengujian dalam dunia empirik.
Keterpisahan antara hasil dialog dengan realita dapat melahirkan sikap inferioriti komplek, ketidak percayaan diri, yang kemudian terlihat sebagai sikap defensif, sombong dan ketakutan yang pada saatnya menutup kemungkinan dibuatnya perbedaan antara gagasan dan realitas. Akhirnya, yang muncul adalah tipe manusia yang selalu ketinggalan atau bahkan gagal dalam usaha pencapaian karena adanya stagnasi pemahaman. Tipe-tipe manusia yang demikian cenderung untuk menjadi eksklusif ataupun ekstrim. Seseorang tidak akan menjadi kreatif apabila dia tidak menganggap penting atau perlu adanya konflik antara hasil pemikiran rasional dengan realita. Masalah yang akan selalu timbul adalah bagaimana menjadikan wahyu sebagai sumber informasi atau pengetahuan yang mampu mengatasi segala permasalahan kehidupan untuk mencapai keharmonisan dengan ruang dan waktu tertentu tanpa melupakan asal-usulnya yang suci dan tak terciptakan.
Rasionalitas manusia maupun dunia realita terus berkembang secara dinamis dan semakin komplek. Untuk itu dibutuhkan kesadaran untuk mengembangkan metoda dialog dan juga metoda keilmuan secara kontinyu dan konsisten. Peringatan-peringatan tentang pentingnya kontinyuitas pengembangan metoda dialog, secara tersirat dapat dilihat pada:
QS.2 Al Baqarah: 170; "Dan bila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah peraturan-peraturan yang telah diturunkan Allah!" Mereka menjawah: Tidak! kami hanya mau mengikuti apa-apa kebiasaan yang telah kami dapati dari nenek moyang kami. Apakah akan diikuti juga walaupun nenek moyang mereka ini tidak mengetahui suatu apapun juga, dan tidak pula mendapat petunjuk Tuhan?"
QS:2 Al Baqarah: 171; "Dan perumpamaan orang kafir itu, seperti binatang ternak yang patuh kepada penggembala yang memanggilnya, karena kebiasaan saja. Dia tidak mendengar apa-apa kecuali suara panggilan dan himbauan belaka, tanpa mengerti isi panggilan itu.  Mereka tuli, bisu dan buta, karena  mereka tidak mengerti".
QS.5 Al Ma'idah: 104; "Apabila dikatakan kepada mereka: "Turutlah apa yang diturunkan Allah dalam Al Qur 'an dan turut pulalah Rasul yang menyampaikannya". Mereka menjawah: "Cukuplah bagi kami menurutkan kebiasaan yang telah kami dapati dari nenek moyang kami". Apakah mereka akan turunkan juga walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui apa-apa tentangsyariat dan tidak mendapat petunjuk kejalan kemaslahatan?"
QS.31 Luqman: 21; "Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan oleh Allah!" Mereka menjawab: "Tidak! Kami hanya akan mengikuti apa yang telah kami dapati dari para nenek moyang kami! Apakah mereka akan mengikuti juga sekalipun paran nenek moyang mereka itu dibawa terlibat oleh setan ke dalam siksa api Neraka?
Ayat-ayat peringatan tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi dinamika perkembangan ilmu pengetahuan. Terhadap umatnya dituntut untuk selalu mengembangkan pola pemikiran ataupun metoda keilmuan di dalam usahanya menggali keilmuan yang terdapat di dalam Al Qur'an agar tidak terjadi stagnasi pemahaman yang selanjutnya berakibat pula pada macetnya perkembangan peradaban kehidupan umat Islam sendiri. Tindakan anti dialog yang dilakukan dalam bentuk pemasungan terhadap sikap-sikap kritis dan rasionalistis, merupakan pengingkaran dan sekaligus tidak menunjukkan rasa sukur terhadap anugerah Tuhan yang tidak diberikan kepada ciptaanNya yang manapun juga, yaitu kemampuan berkesadaran.
Kebebasan mengaktualisasikan diri sesuai dengan posisinya merupakan monopoli manusia yang diberikan Tuhan sesuai dengan posisi manusia sebagai wakil Tuhan. Kesadaran manusia sebagai wakil Tuhan merupakan kesadaran yang meliputi peran dan fungsinya sebagai mahluk bebas yang mampu menemukan esensi diri. Penempatan diri seseorang pada posisi dan proporsi dalam struktur realita akan mampu menempatkan dirinya sesuai dengan harkat dalam melaksanakan fungsi kemanusiaannya. Sedangkan sikap rasionalistis-empirik manusia pada hakekatnya merupakan refleksi kemanusiaan seorang wakil Tuhan. Merupakan suatu kemustahilan bagi seseorang yang tidak mau berfikir untuk mampu menunaikan tugasnya sebagai wakil Tuhan, yang mampu mengatur dan mengelola kelestarian alam semesta dan sekaligus meningkatkan harkat dan martabat manusia balk secara tehnis maupun moralitas dalam mengatasi permasalahan sosial serta ekologis. Berdasarkan hal-hal tersebut dan juga mengingat adanya faktor tanggung jawab sebagai konsekuensi logis dari faktor kebebasan yang dianugerahkan Allah kepada manusia, maka sungguh tepat peringatan Allah kepada manusia seperti yang tertulis sebagai berikut:
QS.17 Al Israa': 36; "Dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak ada ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya".
Dan terhadap orang yang tidak mau berfikir Tuhan memberikan penilaiannya sebagaimana yang tertulis dalam ayat berikut:
QS.8 Al Anfaal: 22:"Sesungguhnya hewan yang paling buruk menurut pandangan Allah, adalah orang-orang yang pekak dan bisu, karena mereka tidak mengerti apa-apa”.
Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, Nabi Muhammad s.a.w. juga memberikan peringatan yang keras kepada kaum muslimin agar tidak merasa sudah tahu sehingga bertindak seperti keledai yang membawa-bawa kitab. Cita-cita Al Qur'an mengenai kehidupan manusia bersifat spiritual, yaitu untuk mendapatkan ridha Allah. Oleh karena itu, apapun kegiatan manusia di dunia ini tidak boleh terlepas dari tugasnya sebagai Wakil Tuhan di dunia yang harus mengatur dan mengelola dunia ini agar sesuai dengan kehendak-Nya.
Diletakkannya ilmu pengetahuan dalam posisi yang penting, merupakan penjelasan terhadap misi Islam yang paling besar mengenai manusia dan cita-cita kemanusiaan, yaitu pembebasan. Di dalam dunia modern, Islam harus mampu membebaskan manusia dari kungkungan aliran pikiran dan filsafat yang menganggap manusia tidak mempunyai kebebasan dan hidup dalam alam absurditas. Sebab sejak jaman modern, yaitu sejak manusia mengalami revolusi pengembangan rasionalitasnya, manusia telah mampu membebaskan dirinya dari belenggu-belenggu pemikiran mistis ataupun sistem nilai atau hukum yang memasung, gerak dan sangat membatasi kebebasannya. Namun ironisnya justru pada jaman modern seperti sekarang ini masih terdapat sebagian dari manusia yang belum dapat melepaskan diri dari belenggu lain yaitu belenggu yang dibuatnya untuk membelenggu pikirannya sendiri yang kemudian menghasilkan sikap pemujaan atau penyembahan terhadap diri ataupun kelompoknya sendiri.
Kehidupan manusia dan kemanusiaannya berkembang terus secara dinamis sehingga seluruh aspek kehidupan juga ikut berkembang menjadi semakin komplek.
Menghadapi kenyataan ini maka mutlak dibutuhkan suatu usaha untuk menyempurnakan metoda keilmuan yang telah ada secara terus menerus untuk mencari pengetahuan mengenai segi-segi yang belum tercakup dalam kegiatan keilmuan yang sudah ada. Hal ini mutlak penting sebab dalam ruang lingkup empiris-pun masih terdapat banyak sekali segi-segi kehidupan yang belum terjangkau oleh ilmu pengetahuan. Penjelajahan mengenai manusia dan kehidupannya masih berada pada tahap yang awal sekali. Mungkin setelah mereguk dengan puas keilmuan mengenai manusia dan kehidupannya, baik yang ada dalam Al Qur'an maupun yang ada di dunia empirik, akan menjadi semakin lebih baik lagi apabila kita selalu ingat akan peringatan Doktor Faust kepada mereka yang belajar tentang manusia dan kemanusiaannya: "Nah, si tolol yang malang, dengan segenap pengetahuanmu engkau tetaplah menjadi si goblok seperti sebelumnya..."